Catatan Pilgub: Rival Pilkada Gubernur PBD, Lima di Antaranya Mantan Bupati

Oleh : ABDUL KARIM *)

TERCATAT, dalam dokumen sejarah atau Lembaran Negara RI, sejak terbentuknya Provinsi Papua Barat Daya, dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2022 yang ditetapkan di Jakarta 8 Desember 2022. Provinsi ke-38 ini hadir tujuannya untuk memperpendek rentang kendali (span of control) dalam penyelenggaraan  tugas pelayanan pemerintahan dan pembangunan di wilayah ini.

Patut diingat, mereka pasangan calon Gubernur PBD  yang akan mengikuti rival politik saat ini, lima orang di antaranya merupakan mantan bupati.

Meski kehadiran provinsi ini masih seumur jagung. Namun,  yang patut diingat oleh para pemilih di wilayah ini bahwa proses untuk pembentukan daerah otonomi baru ini dengan perjuangan para inisiator tokoh pemekaran  memakan waktu yang cukup panjang.

Bahkan, peran parah tokoh dan inisaitor untuk menghadirkan pemekaran PBD tak pernah menyerah, sampai pada puncaknya semua berujung happy ending (membuahkan hasil akhir bahagia), dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 29 tahun 2022 tersebut. Dan, langsung Mendagri Muhammad Tito Karnavian atas nama Presiden RI menunjuk Mohammad Musa’ad sebagai penjabat gubernur.

Pemilihan pasangan Gubernur Papua Barat Daya, sesuai dengan penetapan dari KPU setempat untuk pertama kali digelar pada periode lima tahun yang akan datang, saat ini boleh dibilang awal dari sebuah proses demokrasi. Diikuti lima pasangan calon yang siap berkompetisi secara sehat dalam merebut tonggak kekuasaan.

Kelima pasangan calon Kepala Daerah ini masing-masing punya track record (rekam jejak) tersendiri. Dari lima kandidat calon gubernur kebanyakan mereka didominasi merupakan mantan bupati.

Gabriel Asem yang berpasangan dengan calon Wagub Lukman Wugaje merupakan mantan Bupati Tambrauw selama dua periode dan juga berlatar belakang dari birokrasi. Gabriel Asem  merupakan politisi Golkar, saat dia menjabat Bupati Tambrauw  untuk di periode keduanya, sejak 22 Mei 2017- 22 Mei 2022.

Abdul Faris Umlati masih menjabat sebagai Bupati Raja Ampat dengan masa jabatannya juga dua periode. Alfaris merupakan Ketua DPW Partai Demokrat Papua Barat Daya.

Ditambah calon Wagub Petrus Kasihiw tidak kalah mentereng dalam jabatan yang sama, menduduki jabatan sebagai Bupati Teluk Bintuni dengan masa jabatan 10 tahun. Kedua calon ini mendapat Parpol pendukung, yakni PAN, PKS, PSI, NasDem dan Demokrat yang mendapatkan seat (kursi) di DPRD Papua Barat Daya sebanyak 12 kursi.

Elisa  Kambu yang berpasangan dengan Cawagub Ahmad Nausrau. Elisa punya pengalaman yang sama sempat menahkodai (Bupati) Kabupaten Asmat, Papua bagian selatan hampir dua periode. Atau tepatnya sekitar 2 tahun 8 bulan, dia harus meninggalkan daerah yang dipimpinnya untuk mengikuti rival politik Pilgub di Papua Barat Daya di kesempatan pertama kali Pilkada ini digelar.

 Pada Pilgub kali ini, Elisa dan Ahmad Nausrau mendapat dukungan tiga Parpol. Antara lain, Partai Gerindra, PKB dan PAN.

Begitu juga, Bernard Sagrim politisi senior dari Partai Golkar. Sagrim pernah menjabat Bupati Maybrat berpasangan dengan Karel Murafer pada pemilihan bupati tahun 2011.

Pada Pilgub kali ini, Pasangan Bernard Sagrim- Sirahuddin Bauw mendapat dukungan dari Partai Golkar, serta tiga partai nonseat, yaitu PBB (Partai Bulan Bintang), Partai Garuda dan PKN (Partai kebangkitan Nusantara). Dengan Ketua Tim Koaliasi Pemenangan, Febri Jein Anjar yang merupakan anggota DPRD Papua Barat Daya dari Fraksi Golkar.

Dari kelima calon Gubernur Papua Barat Daya pada kesempatan ini yang sedikit berbeda latar belakang (back-ground), yaitu Letjen TNI (Purn)  Joppye Onesimus Wayangkau.

Joppye, pria kelahiran Serui, Papua pada 17 Juli 1962 dengan jabatan terakhirnya sebagai Komandan Pusat Teritorial Angkatan Darat (Danpusterad) tahun 2020 sebelum mengakhiri karirnya.

Sebelumnya, jenderal bintang tiga ini pernah menjabat sebagai Panglima Kodam XVIII Kasuari masih berpangkat Mayjen TNI saat itu. Untuk Pilgub kali ini dia menggandeng Ibrahim Wugaje sebagai Cawagubnya.

Pilgub  untuk pertama kali terselenggara di Papua Barat Daya ini dari kelima pasangan calon ini merupakan orang-orang hebat punya militansi massanya masing-masing. Bahkan, semuanya punya kans yang sama untuk merebut kekuasaan di provinsi sebagai pintu gerbang masuk ke wilayah Tanah Papua ini.

Betapa tidak. Soal trik-trik dalam berpolitik semua punya pengalaman di lapangan akar rumput atau masyarakat grassgrouth. Sekarang bagaimana pasangan calon ini untuk meyakinkan masyarakat pemilih agar bisa memberikan dukungan suara untuk memenangkan pertarungan yang bergengsi nanti.

Pada Pilkada  pertama sejak provinsi ini dibentuk, sebenarnya ada kesempatan atau peluang emas bagi mereka yang ikut bertarung sebagai calon Gubernur dan  Wakil Gubernur Papua Barat Daya ini untuk memperoleh dukungan suara di Kota Sorong dan Kabupaten Sorong. Kedua daerah ini meliliki DPT (Daftar Pemilih Tetap) terbanyak, jika dibandingkan dengan empat kabupaten lainnya (Kabupaten Raja Ampat, Sorong Selatan, Maybrat dan Kabupaten Tambrauw).

Jika, para rival politik  dari lima pasangan calon Kepala Daerah ini bisa memenangkan  suara di kedua daerah tersebut, tentu punya peluang kemenangan bisa saja terjadi. Sebab,  mantan Wali Kota Sorong maupun mantan Bupati Sorong tidak ikut bertarung pada Pilkada calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya, yang baru pertama kali digelar. 

Selain itu, tentunya  mereka masing-masing pasangan calon punya strategi tersendiri. Untuk diketahui pasangan siapa yang akan memimpin sebagai orang nomor satu dan dua di Papua Barat Daya ini, kita tunggu hasil dari Pilkada serentak yang akan berlangsung 27 November mendatang.

Semoga, dengan digelarnya Pilgub Papua Barat Daya yang pertama kali ini dilaksanakan bisa berjalan aman, lancar dan sukses. Serta, menghasilkan Kepala Daerah yang bisa membawa perubahan dari berbagai aspek bidang pembangunan yang masih dikategorikan tertinggal. (****)