Kadis Kesehatan Tegaskan kepada Kepala Puskesmas Malawili  Harus ‘Transparan’ dalam Pengelolaan Anggaran

Aimas, VoicePapua.com – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sorong, Ronney Kalesaran, diwakili Sekretaris Dinkes, Wilda menegaskan, kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Puskesmas  Malawili agar  harus ‘transparan’ dalam pengelolaan anggaran diinternal lingkungan kerjanya.

“Sebenarnya kita selaku pimpinan harus transparan dalam mengelola anggaran. Jika, tidak demikian,   maka akan menimbulkan masalah di hadapan para staf,” ujar Wilda, saat  memimpin rapat dihadiri para tenaga kesehatan (Nakes) dokter umum, dokter gigi, baik yang bertugas di Puskesmas Malawili maupun di Pustu atau Puskesmas Pembantu Aimas, Termasuk dihadiri empat Kabid di Dinkes setempat, Selasa (3/9-2024).

Dari dulu sudah saya sarankan bahwa kita ini satu tim (satu atap) harus ada kerja sama dan tidak ada yang tertutup. Apalagi DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) kita sudah bagi ke semua pejabat terkait.

Begitu pula dengan Puskesmas. Nah, Puskesmas setelah menerima dana melalui Logmin, sehingga dana-dana tadi apa yang sudah kita rencanakan (disusun) supaya semua teman-teman juga tahu, ingatnya secara gamblang.

Jadi, seperti teman-teman yang pegang program, dan ini dananya. Sekali lagi saya harapkan teman-teman, termasuk Kepala Puskesmas di sini (Malawili) harus transparan, imbau Wilda.

Pada kesempatan terpisah, koordinir demo dari Pustu Aimas, dr. Glenn Lordy Lasaidi mengatakan, mengapa  aksi demo ini bisa terjadi. Karena apa yang menjadi tuntutan kami selama ini tidak pernah dijawab dan direpons oleh pimpinan Puskesmas Malawili.

Berikut, jasa medis dana retribusi yang sudah dimulai sejak Februari 2023, dimana sampai saat ini kami belum menerima sepersen-pun.

Lanjutnya, selama tuntutan ini tidak dipenuhi, maka kami akan melakukan aksi mogok. “Peristiwa ini tidak akan terjadi, apabila Kepala Puskesmas Malawili cepat merespons apa yang menjadi pertanyaan dan permintaan kami pada dua atau tiga hari yang lalu,” beber Glenn.

“Sayangnya, apa yang menjadi pertanyaan tuntutan kami ini tidak meresponsnya dengan baik. Sehingga, itu  alasan kami untuk melakukan aksi ini,” bebernya.

“Bukan menjadi bukti atau kami hebat apapun, tapi setidaknya apa yang menjadi keluhan atau tuntutan itu, Kepala Puskesmas Malawili agar bisa segera atasi,”pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama, dr. Hotma D.J. Silaloho menuturkan, memang pada beberapa hari lalu, kami sempat bicarakan juga melalui saluran WhatsApp (WA), kami memohon agar ibu Kepala Puskesmas Malawili untuk bersikap terbuka, berapa sih penerimaan kami di bulan Juli waktu itu.

“Kami tidak tuntut pada bulan-bulan sebelumnya. Karena menurut perhitungan kami untuk peserta BPJS Kesehatan di Puskesmas Malawili itu kalau tidak salah ada sekitar 29 ribu atau 30 ribu-an,”ungkapnya.

Jadi, apabila dikali Rp 5.000 saja, karena kami lengkap ada dokter umum dan dokter gigi angkanya sekitar Rp 150 juta sampai Rp 160 jutaan.

Apalagi yang ditulis di atas kertas, saat penerimaan kami menerima Rp 110 juta saja. Makanya, apakah nilai ini sudah benar? Dan ada bukti di WA grup, sambungnya sembari bertanya.

Namun, upaya kami itu, ibu Kepala Puskesmas Malawili tidak menjelaskan. Dan, bahkan di situ, dia minta kalau bisa ibu buat kita pertemuan agar jelas dan tidak salah paham.

Tapi, kata Hotma, ibu Kepala Puskesmas Malawili  kala itu menjawab bahwa tidak ada pertemuan.  Apabila ada yang merasa dirugikan, silakan menghadap saya langsung, ujar Hotma kembali meniru ucapan ibu Kapus (Kepala Puskesmas).

“Memang sebenarnya itu saja yang menjadi tuntutan kami tidak merembet mau kemana-mana. Bahkan, saya merasa sangat dirugikan karena dengan nilai rekapitulasi yang besar, tapi kami hanya menerima sekian saja,” sebut Hotma kepada awak media di Pustu Aimas siang tadi.

“Sekarang yang menjadi masalah ada nama teman-teman yang sudah tidak aktif lagi di Puskesmas Malawili, tapi mereka masih menerima jasa tersebut. Sebenarnya itu saja tuntutan kami,” tandasnya menambahkan.

Glenn menambahkan, dengan angka Rp 141 juta tidak menjadi masalah bagi kami. Tapi yang jadi masalah, yaitu pada saat kami menerima dana 60% dari BPJS Kesehatan, tertulis di atas kertas tertera Rp 110 juta dan bukan Rp 141 juta dan kalau memang tadi dijawab oleh Kepala Puskemas Malawili melalui hasil konfirmasi dari teman-teman wartawan.

Dengan adanya selisih itu, lanjutnya, yang menjadi pertanyaan kami sebenarnya langsung dijawab oleh ibu Kapus, tapi  dia atau ibu Kapus Malawili tidak merespons dengan baik. Sehingga, terjadinya aksi mogok dari kami semua yang merasakan sangat dirugikan.

Lain lagi, ujar  salah satu Nakes, Mohamad Sukri Kaidupy bahwa sebelum kita melakukan akreditasi belum pernah kita menerima angka sekecil itu. Tujuan dari akreditasi itu untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai yang ada.

“Kenapa setelah kita akreditasi malah pegawai tidak sejahtera atau tingkat kesejahteraan menurun drastis. Itu yang akan menyebabkan kita lakukan aksi mogok seperti ini,” tegas Sukri.

Apabila tadi pertanyaan dari kedua dokter itu meminta adanya transparansi, maka  dengan sendirinya kita tidak mau buat aksi protes. “Karena tugas pelayanan kami bukan melayani selembar kertas, dan yang kami layani adalah nyawa manusia,” tegasnya.

“Bilamana kelalaian kami tidak ada satu orangpun, terutama kedua dokter nanti terseret dengan ancaman. Jadi, apa yang disampaikan itu seharusnya dikoreksi dulu dengan baik,” sebut Sukri dengan ekspresi kesal.

Kedua, kalau seperti yang disampaikan dokter tadi bahwa nominal yang tercantum di lembaran kertas penerimaan dari nominal Rp 110 juta itu akan jadi laporan dan bukan disampaikan Rp 141 juta, tanya dia.

Keterangan terpisah, terkait dengan ketidakpuasan mereka para dokter maupun Nakes, saya kira Kepala Puskesmas Malawili sudah menjelaskan. Tapi, kami tidak bisa mencampuri urusan diinternal mereka.

“Saya hadir yang diutus Kepala Dinkes untuk memastikan bahwa pelayanan harus berjalan seperti biasa.  Untuk persoalan manajemen Puskesmas akan diselesaikan dengan baik, tapi untuk pelayanan  pasti harus dilakukan,”jelas Jopie Makatita, kembali mempertegas kehadirannya di Puskesmas Malawili.

Sementara itu, Kepala Puskesmas Malawili Paula Anike Yawan mengemukakan, jumlah pegawai yang dipimpinnya di sini (Malawili) maupun pegawai yang bertugas di Puskesmas Sorong itu sebanyak 182 orang.

Dari jumlah secara keseluruhan itu termasuk ASN, magang, honorer, dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).

Soal besaran dana BPJS Kesehatan kami di sini, sesuai aturan harus 100%. Tapi, kata dia, selama ini di tahun 2024 belum mencapai 100%.

Alasannya, karena ada beberapa item yang belum kami masukkan ke item itu. Saat ini capaian kami baru berkisar sekitar 85%.

Sedangkan, dana yang kami dapatkan di sini itu sebesar Rp 141 juta. Soal sistim pembagian, kami tetap mengacu pada Juknis (petunjuk teknis) BPJS Kesehatan.

Ada 60% untuk jasa pelayanan mereka (dokter dan Nakes) dan 40% untuk operasional di Puskesmas.

Jadi, yang demo pada hari ini bukan demo dari tenaga medis, tapi oknum dari tenaga medis,”aku Paula kembali mengkanter.

Mungkin saja selama ini mereka merasa kurang. Kurangnya seperti apa, tapi saya secara intern dengan dia(pegawai), sambungnya.

“Dia menambahkan, dan sekaligus minta maaf, beberapa waktu terakhir ini lagi sibuk. Jujur untuk sementara ini saya di Pustu Mariat Gunung, sehingga saya tidak fokus di sini (Puskesmas Malawili),” ucapnya.

Di mana, pada beberapa waktu lalu, Pustu di Mariat Gunung dibongkar oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Mereka (masyarakat) di sana meminta petugas di sana (Mariat Gunung) minta dirinya harus bertugas di sana. Karena semua petugas Nakes merasa takut semua  dengan adanya insiden tersebut.

Selama ini dia (Paula) tinggal di Pustu Mariat Gunung dan  dan sekaligus setiap hari dirinya melakukan pelayanan di Pustu dimaksud.

Ada dua tuntutan dalam aksi mogok ini, seperti yang sempat diabadikan awak media melalui baliho sebagai bantuk aksi para Nakes yang sempat terpasang pada pintu masuk utama UPTD Puskesmas Malawili pagi tadi.

Seketika itu, saat datang berkantor langsung dicabut oleh Kepala UPTD Puskesmas Malawili, Paula Yawan.

Selanjutnya, tuntutannya bahwa hari ini yang dikoordinir oleh dr.Glen Lordy Lasaidi, dr. Hotma D.J Silaloho,   dan Nakes Mohamad Sukri Kaidupy pada Selasa tanggal 03 September 2024, kami dokter umum, dokter gigi, Nakes PKM Malawili ‘berkomitmen’ kami meminta/menuntut pimpinan Puskesmas:

Pertama, transparansi penerimaan dana BPJS Kesehatan bulan Juni dan Juli 2024;

Kedua, jasa medis dana retribusi sampai sekarang selama tuntutan kami tidak dipenuhi maka pelayanan dokter umum dan dokter gigi, Nakes tidak akan dibuka!.

Kelola Anggaran Sendiri

Kembali Jopie Makatita mempertegas lagi apa yang telah disampaikan ibu Kapus tadi bahwa memang Puskesmas Sorong ini akan mengelola anggaran sendiri pada tahun 2025.

Karena nomor registrasi dari Puskesmas tersebut, baru keluar di akhir tahun kemarin. Mereka akan menyusun anggaran di tahun 2024, tapi nanti penggunanaan anggaran tahun 2025.

Sedangkan, untuk BPJS Kesehatan masih dibebankan di Puskesmas Malawili yang menjadi tanggung jawab. Sehingga, dari jumlah dokter dan Nakes berjumlah 182 itu, sesuai Juknis yang ada, kepala Puskesmas membagikan 60% untuk jasa pelayanan, sedangkan 40% itu digunakan untuk operasional Puskesmas.

“Jadi, bukan semuanya 100% itu untuk jasa medis dan memang itu sudah ada di Permendagri. Masalah puas dan tidak puas  itu hanya persoalan internal saja, meski demikian, kami dari Dinkes tetap ikut terlibat untuk menyelesaikan dengan adanya persoalan ini, terpenting pelayanan kita di hari ini tetap berjalan sebagaiaman biasa,”tutupnya.

Hingga berita ini dipublish belum diketahui secara pasti, terkait kesepakatan dan tuntutan para dokter dan Nakes itu ditindaklanjuti oleh Kepala Puskesmas Malawili, yang dimediasi oleh Sekretaris Dinas Kesehatan dan 4 orang Kabid. Karena kami dari beberapa awak media ada kegiatan lain  yang sama-sama pentingnya.

Semoga, ada solusi terbaik sehingga para pihak (dokter umum, dokter gigi, Nakes) yang dalam hal ini sebagai pihak merasa sangat dirugikan bisa mendapatkan jawaban yang pasti. Terutama, atas hak-hak mereka untuk bisa dipenuhi, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (****)