Selamat Jalan Kakanda Emro, Nama dan Jasamu Tetap Dikenang Sepanjang Massa

Tulisan ini sekedar kembali ‘flashback’ dari adinda (penulis) sedikit mengulas masa silam kakanda Emro (Eman Rero), dimana nama masa kecilnya akrab dipanggil keluarga, teman sebaya maupun kerabat biasanya memanggil (Maha) merupakan sosok pendiam dan selalu banyak mengalah dalam berbagai hal dengan ciri khas rendah hati senantiasa tertanam pada dirinya kakanda.
Terutama, di hadapan saudara dan keluarga besar, serta orang-orang yang pernah mengenalnya lebih dekat, sehingga tak heran kepergiannya mendapat duka cita yang mendalam dari kebanyakan orang.
Nama lengkap sesuai pemberian identitas dari kedua orang tua maupun diinternal keluarga besar, pria kelahiran Kampung Rerawete, Desa Podenura, Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo, NTT dari hasil perkawinan sang ayah/ Bapak Muhammad Daud (Almarhum) berasal dari Kampung Mabha, Desa Podenura.
Pada tahun 1950-an sepulangnya ayahanda merantau yang bekerja di salah satu kapal perusahaan, ayahanda/Bapak Daud mendapat jodoh dan mempersunting ibunda Siti Habsah anak dari Almarhum opa Dhay Pape dan oma (embu/nenek Meo), kini telah menginjak di usia 90-an tahun ini, kesehariannya dikelilingi atau dihiburi masa tua rentannya bersama anak, cucu, cicit dengan jumlah yang lumayan banyak harus merelakan dengan ikhlas atas kepergian ananda Eman.
Ketika kakanda Eman Rero terbaring lemas sedang mendapatkan perawatan medis dari pihak rumah sakit, sesuai informasi dari adinda Hasanuddin Ado yang merupakan adik bungsu ke-9 dari kami sembilan bersaudara menuturkan, dengan adanya informasi sakit yang dialami kakanda Emro, beberapa saudara sepupunya datang menjenguk.
Seperti, kakanda Jenderal Pol (Purn) GM, kakanda YW Mere,kakanda Laurens Mere, kakanda Siti Saudah H. Mustafa maupun adinda anak dari om Hamid Dhay Pape, yakni Asmin Minarti Meo maupun keluarga besar lainnya di Jakarta, meski dengan aktivitas kesibukan yang begitu padat di Ibu Kota menyempatkan waktu datang berkunjung sembari memberikan hiburan agar sakit yang diderita kakanda Eman bisa segera dipulihkan.
Setelah kakanda Eman dirawat lebih kurang tiga pekan pada dua rumah sakit agar sakit yang diderita bisa kembali dipulihkan. Tapi rencana Tuhan pasti yang terbaik agar penyakit yang diderita hambaNya (Eman) tak perlu berkepanjangan bahkan menyusahkan pihak keluarga. Sehingga, tepat pada hari Kamis 1 Juni 2023 di Rumah Sakit Umum Tarakan, Jakarta, sekira pukul 12.35 WIB, kakanda Eman menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Saat kabar duka mendalam berhembus, adinda bersama istri Rugeya Sahara kala itu lagi bersama keluarga dan kerabat yang ada di Kota Sorong, Papua Barat Daya mengisi waktu liburan 1 Juni (Kamis) sedang berwisata di salah satu pantai sebelah barat ibu kotamadya Sorong. Rupanya sang istri punya naluri dan strategi berbeda setelah menerima telepon dari ananda Chandra Karim, kata sang istri dengan spontan kita segera pulang rumah.
Penulis mendengar perintah itu, kami segera bergegas pulang secara mendadak dari sang istri tanpa banyak bicara langsung mengiyakan oke kita pulang rumah. Istri mengatakan ke saya bahwa beberapa menit lalu, ananda Farrah (anak bungsu ketiga) dari penulis, menelpon ada teman wartawannya ayah datang ke rumah. Katanya ada pekerjaan editing majalah kantor yang harus segera diselesaikan ke kantor sore ini juga untuk segera diproses layout di Jakarta. Mengingat, majalah itu untuk dibagikan bersamaan dengan Hut Kabupaten Sorong ke-56, yang jatuh pada 14 Juni nanti.
Selama dalam perjalanan pulang kami berdua kurang lebih 35 menit dalam hatiku sedikit heran tapi diam seribu bahasa. Kok, teman wartawan itu kenapa harus repot datang mencari saya di rumah. Sedangkan nomor Handphonenya istri (mama Chandra) mereka berdua juga sering berkomunikasi.
Nah, setelah kami berdua tiba di rumah, istri langsung bergegas, ayah silakan hidupkan Handphone. Dari situ perasaanku sebagai adik keempat di bawah Eman langsung feeling seketika sebenarnya ini ada masalah apa? Memang saat kami berangkat menuju lokasi wisata Hp-ku sengaja di off-kan dan disimpan di meja ruang kerja keseharianku.
Saat Handphone saya on-kan di depan sang istri langsung matanya memerah dan menangis sambil mengelap air matanya. Di situlah sambil Hp lagi berproses on feeling-ku pasti ada kabar bahwa kakanda Eman pasti sudah berpulang. Ternyata feeling(filing-ku) ketika itu juga tak meleset.
Setelah Hp-ku diaktifkan WA, nampak ada beberapa panggilan dari kakanda Robert Rero (Kupang), ananda Sandro Rero (Kupang), ananda Chandra Karim (Yogyakarta) dan adinda Nudin (Jakarta), terhubung adanya panggilan melalui jaringan WA tersebut, untuk menyampaikan informasi duka mendalam bahwa kakanda Eman telah tiada (pergi).
Penulis, kembali mengulas sepintas bahwa seorang kakanda Eman di masa hidupnya. Ketika kami sedang berkomunikasi berlangsung dengan jarak yang saling berjauhan, ada kalimat-kalimat yang tak pernah luput dari ingatannya. Bahwa adik Karim selalu jaga istri dan anak-anakmu bertiga dan tolong fokuskan perhatianmu kepada keluarga jangan lupa selalu berdoa.
Kisah Masa Kecil :
Ingat, adik saat kita kecil di masa-masa sulit kehidupan orang tua kita di kampung dengan pendapatan yang tidak menentu dan keseharian hidup mereka pun apa adanya, perjuangan ayahanda atau bapak Daud untuk membesarkan kita anak-anaknya maupun anak dari kakanda berdua, Bapak Laurens Mbako dan ema Bebe (keduanya sudah Almarhum) sempat meninggalkan empat buah hatinya, yakni kakanda Theresia Ka’o, kak Hendrik Djawa (mantri Hendrik), kakanda Robert dan kak Regina Uta dibesarkan dalam keluarga dengan kehidupan nasib yang kurang beruntung.
Didikkan sang ayah meski dengan terpaan keterbatasan ekonomi, terus memaksakan agar generasinya kelak harus lebih baik dari dirinya. Terkadang hanya butuh uang untuk membiayai pendidikan anaknya saja, sang ayah harus rela ambil rentenir dengan bunga yang melambung tinggi. Prinsip ayahanda yang penting bisa dikembalikan, dan soal bunga yang begitu besar baginya tak masalah.
Bukti riilnya, ketika kakanda Robert Rero yang akan merantau atau ada rencana mengikuti pendidikan lanjutan di tingkat perguruan tinggi tahun 1977 di Universitas Hasanuddin Makassar, saya (penulis) bersama kakanda Eman atas perintah ayahanda untuk mengikuti salah satu om sepupu di Kampung Pauwua (Desa Tonggo) untuk mengambil uang agar kakanda bisa segera berangkat di Makassar.
Kami berdua kakak beradik sempat tidur semalam di rumah keluarga om Zakarias Tiba. Karena tibanya di kampung itu hari sudah menjelang malam, dan akhirnya keesokan harinya kami berdua bersama om mendatangi rumah si rentenir. Saat itu juga kami bawa pulang uang senilai Rp 25.000.
Kami pulang dengan mengendarai kuda milik om kandung kami kaka Husen bukannya pulang kosong saja. Tapi kami dibebani lagi harus menunggang kuda dengan membawa kelapa yang telah dikupas.
Selama dalam perjalanan berlangsung ada dua kelapa yang lagi putus tali pengikatnya, dan akhirnya kedua kelapa itu kami buang di salah satu kali mati di bukit di Maunu’a. Karena saat itu lagi buru-buru mengejar jadwal mobil angkutan Nangaroro-Ende yang akan ditumpangi kakanda Robert dan selanjutnya kakanda menuju Maumere untuk membeli tiket pesawat Merpati Nusantara Airlines dengan jumlah uang yang seadanya tadi.
Profil Eman Rero :
Lahir : Rerawete, 17 April 1963
Pendidikan :
SDK Nangaroro angkatan tahun 1975
SMPN Nangaroro angkatan 1978
SMA Muhammadiyah Ende angkatan 1981-1982
Karier Eman Rero:
Pernah bekerja di Apotek Tosiga Dili
Tahun 1986 Eman berkarier dengan status CPNS
Penempatan pertama di Kanwil Deppen Dili Timor Timur
Setelah berkarier beberapa tahun di Kanwil Deppen, kakanda Eman minta dipindahkan ke Deppen Kabupaten Ermera.
Sekitar Maret 1993 Eman kembali mengajukan pindah ke RRI Dili. Dan langsung ditempatkan sebagai Reporter/wartawan RRI Dili.
Masa pengabdiannya sebagai wartawan senior RRI, berakhir 31 Desember 2021, Eman memasuki usia pensiun.
Berkarier sebagai wartawan, nama Eman Rero terus mengudara dan semakin banyak dikenal di kalangan publik lewat laporan siaran langsungnya, baik melalui RRI Dili maupun RRI Pro3 Jakarta.
Pekerjaan sebagai awak media bagi seorang Eman merupakan amanah. Sehingga, tak heran namanya terus mendapat pujian dari berbagai kalangan masyarakat di kawasan timur Indonesia, Termasuk bagi beberapa kalangan pejabat gubernur dan bupati di Papua umumnya.
Saat mendengar kabar bahwa Emro telah berpulang. Lewat jaringan pribadi Whattsapp salah satu pejabat di Pemkab Sorong menuturkan dirinya merasa begitu kagetnya setelah penulis menyampaikan informasi duka dimaksud.
Kata sumber tersebut, sio kakak Emro kenapa begitu cepat engkau pergi. Jasa dan kebaikanmu kami selalu kenang. Mengingat, selama berkarier sebagai Reporter RRI Pro3 Jakarta, kakak Emro, kata sumber tersebut, bahwa beliau yang selalu memperjuangkan aspirasi masyarakat di tanah Papua.
Salah satu upaya nyatanya, yakni kakanda Emro memperjuangkan aspirasi ada sekitar 204 alumni Diploma I STAN Jakarta dari wilayah Papua, yang nasibnya untuk menjadi CPNS terkatung-katung alias tidak jelas lagi oleh pemerintah.
Atas berbagai langkah terobosan kakanda Emro lewat penulis waktu itu, yang diminta pejabat dari Badan Kepegawaian Kabupaten Sorong untuk meminta akses media besar nasional untuk memviralkan berita tersebut agar pemerintah pusat bisa memberi perhatian terhadap para alumni STAN.
Lewat pemberitaan yang terus digencarkan kakanda Emro sekitar 5 kali berturut-turut di RRI Pro3 Jakarta, baik melalui berita pagi, petang dan malam, yang sempat direkam melalui voicemail penulis. Alhasil, pihak Istana era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung merespons dan ketika itu mengadakan rapat terbatas dengan pihak KemenPAN/RB, BKN, Departemen Keuangan serta lembaga terkait lainnya untuk menindaklanjuti hal dimaksud.
Waktu terus berproses. Bahkan, hasil akhir yang diperoleh para alumni tersebut, langsung diproses pemberkasan dan semuanya diangkat menjadi CPNS.
Dan, sebagai ungkapan terima kasih kepada kakanda Emro, saat kakanda datang ke Sorong untuk meliput/menjurnal berita kegiatan Menteri Pertanian bersama rekan wartawan lainnya sekitar 4 tahun silam di Swisbell Hotel Kota Sorong.
Pejabat tersebut, menghubungi penulis bahwa beliau bersama beberapa CPNS alumni STAN, tadi datang bertemu kakanda Emro di hotel sebagai ungkapan perasaan sukacita yang mendalam atas jasa-jasa kebaikan yang telah diperbuat kakanda Eman.
Maafkan adinda sekeluarga tidak sempat hadir melihatmu untuk yang terakhir kalinya. Karena adanya sesuatu hal yang tentunya kakanda sudah berada di tempat yang terang bisa mengetahui kendala yang lagi dihadapi adinda sekeluarga ini.
Selamat jalan kakanda Eman. Tuhan telah mempersiapkan tempat yang layak, sesuai dengan amal baktimu di dunia. Kami keluarga besar terus mendoakanmu agar senantiasa tenang di alam baqah, dan begitu pula kakanda Graciana Wuda beserta tiga anak (Astrid, Shanya, Jovan), menantu Chiko Tango, serta cucu-cucumu selalu diberi ketabahan dan kesabaran, Aamiin Yaa Rabbal Alamiin.
0 Comments