“Komunitas Penggemar Seafood” Asal Kabupaten Nagekeo bagian pantai selatan, Manfaatkan Waktu Libur Berwisata ke Pantai Saoka
Sorong, VoicePapua.com – Komunitas Penggemar Seafood (makanan laut) asal Kabupaten Nagekeo bagian pantai selatan Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur, memanfaatkan waktu liburan sedikit berbeda dengan masyarakat umum lainnya.
Bagi masyarakat asal Kabupaten Nagekeo bagian pantai selatan yang mendiami di wilayah kepala burung Cendrawasih ini, baik berasal dari Nangaroro, Podenura, Daja, Mauara, Romba, Maundai, Maunori dan Mauponggo dan wilayah sekitarnya.
Bahkan, ada pula di antara kami berasal dari Maumbawa, Kecamatan Golewa-Kabupaten Ngada (kabupaten induk Nagekeo).
Kebanyakan dari mereka “Komunitas Penggemar Seafood” menggunakan waktu libur sambil mandi di kawasan pantai pasir putih dengan laut yang begitu bening dan membiru seakan tak mau meninggalkan tempat rekreasi pantai wisata andalan satu-satunya di wilayah Kota Sorong, Papua Barat Daya.
Untuk menuju lokasi pantai Saoka, mereka atau warga kami umumnya menggunakan dua mobil ada pula menggunakan kendaraan roda dua berangkat dari pemukiman di Kelurahan Klamana, Distrik Sorong Timur menuju lokasi wisata pantai yang menjadi incaran kebanyakan orang.
Yakni, pantai Saoka yang letaknya bersebelahan dengan pantai wisata Tanjung Kasuari, Kelurahan Tanjung Kasuari, Distrik Sorong Barat-Kota Sorong, pada Minggu (30/4-2023) sore kemarin.
Salah satu peserta penggemar seafood enggan memberikan identitas diri yang mengikuti kegiatan tersebut, kepada awak media ini menyebut, tujuan kita berwisata ke lokasi pantai Saoka bukan sekedar melepas penat saja. Tapi ada tujuan lain dibalik itu, yang patut Anda simak dari hasil liputan berikut ini.
Awak media ini sedikit tersontak kaget seketika semalam sekira pukul 20.00 WIT. Setelah dihubungi salah satu keponakan sebut saja namanya Amir (kesehariannya mengemudi truck) antar kabupaten, melalui jaringan WhatsApp menuturkan “om posisi di mana’? Dengan tanpa basa basi, saya-pun secara spontan mengatakan om ada di rumah, sembari bertutur barusan selesai kerjaan kantor.
Sambung sumber pemberi informasi tadi, kalau ada waktu om dan bibi segera merapat di rumahnya bapak Ipan, kita lagi masak siput. Kita dari semua keluarga yang tergabung dalam Kelompok Pengajian Sama Fonga sekarang ini lagi pada kumpul, kata sumber pemberi informasi tersebut.
Tak menunggu lama lagi. Saya-pun bersama sang istri langsung mempersiapkan diri dan bergegas menuju rumah menjadi kebiasaan rutinitas kami untuk berkumpul pada setiap malam Minggu atau pada hari libur lainnya.
Berselang berapa menit kemudian, kami tiba melewati salah satu rumah keluarga adik (bapak Ibnu) asal Maundai. Ternyata ada lumayan banyak di antara mereka yang lagi asyik duduk di samping teras rumah. Sedangkan, sebagian lainnya duduk dengan mengambil posisi aman, seraya bercerita ringan sambil menunggu waktu masaknya siput.
Kendaraan roda dua yang kami gunakan langsung berhenti seketika. Ada di antara mereka sambil menyapa om dan bibi ada pula yang memanggil kakak dan bergumam bahwa kima da’e mboto ( dialek: Negekeo pantai) artinya, siput sementara dalam proses masak atau siput belum masak.
Untuk diketahui, bumbu yang digunakan untuk memasak siput sangatlah sederhana. Kebanyakan kaum ibu asal pantai selatan kabupaten Nagekeo, yang akan memasak makanan laut yang berprotein tinggi ini mereka sudah sangat tahu persis bumbu apa saja yang digunakan.
Awalnya, siput dicuci terlebih dahulu. Selanjutnya, bumbu-bumbu yang disiapkan, seperti santan kelapa kental, daun serai, daun jeruk, belimbing, serta beberapa bumbu dapur penyedap rasa lainnya.
Bagi kebanyakan kami asal pesisir pantai selatan Nagekeo isitlah mbana nggae kima (pergi mencari siput) itu hal yang lazim keseharian bagi kami menggunakan waktu di saat laut telah surut.
Biasanya pertama yang harus diperhatikan mereka melihat keadaan air laut posisi pasang atau surut. Waktu air laut surut itulah dimanfaatkan untuk mencari siput dan hewan laut lainnya.
Berikut yang tidak kalah pentingnya, pantainya berbatu atau tidak? Jika, pantainya berbatu di situlah kima (siput) bersembunyi dibalik bebatuan kecil atau sedang. Ada pula bersembunyi di sekitar lubang batu yang besar, dan itupun hanya jenis siput-siput tertentu saja.
Nah, di kesempatan itu pula ada bebatuan kecil secara perlahan mulai diangkat/dipindahkan secara satu per satu. Apabila ada siputnya langsung diambil dan disimpan pada wadah yang telah tersedia.
Rencananya, pagi ini sekitar pukul 09.00 waktu Sorong, kami semua sepakat untuk melanjutkan agenda di hari kedua. Dengan kegiatan dan tempat yang sama pula di pantai Saoka bersebelahan dengan lokasi wisata Tanjung Kasuari untuk mandi-mandi dan sekaligus mencari siput yang kaya akan proteinnya ini.
Semoga, perjalanan kami di pagi ini bisa mendapat hasil siput yang cukup banyak. Karena jumlah warga kami juga ada sekitar 23 kepala keluarga. Dengan jumlah jiwa kurang lebih 60-an orang.
Sementara jarak antara pemukiman kami dari Kelurahan Klamana, Sorong Timur menuju pantai Saoka, Sorong Barat sekitar kurang lebih 25 kilometer. Dengan jarak tempuh sekitar 30 menit saja. (****)
0 Comments