Gegara Lampiaskan Biologis kepada Lima Santriwati, Oknum Pimpinan Ponpes Harus Berurusan dengan APK
Aimas,VoicePapua.com- Gegara melampiaskan kebutuhan bilogis tidak pada pasangan suami istri yang sah, oknum pimpinan salah satu pondok pesantren di wilayah hukum Kabupaten Sorong telah melakukan kasus pencabulan kepada lima santriwati.
Kelima korban merupakan anak asuhnya pelaku, yang akan berimbas atau mencederai masa depan anak-anak. Sehingga, pelaku harus berurusan dengan Aparat Penegak Hukum (APK) Polres Sorong.
Dengan kedua tangannya terborgol, mengenakan peci putih dan bermasker tersangka harus menunduk malu dengan ekspresi sedikit pucat, saat konferensi pers digelar, yang dipimpin Kapolres AKBP Yohanes Agustiandaru, S.IK, MH di Mapolres Aimas, Jumat (15/9-2023) sore kemarin.
Terkait dengan perkara ini ada tiga korban yang melapor dan sekaligus membuat LP (laporan polisi).
Jadi, ada tiga LP dengan tiga korban dari satu pelaku yang sama, yaitu pimpinan pondok pesantren dimaksud.
Korban pertama itu dicabuli beberapa kali oleh tersangka, sejak tahun 2014 sampai dengan pertengahan tahun 2019.
Saat itu korban masih duduk di bangku kelas satu MTs (Madrasah Tsanawiyah) atau setingkat SMP.
Kemudian, sambung AKBP Ndaru, korban disetubuhi oleh tersangka selama dua kali pada waktu korban duduk di kelas tiga Madrasah Aliyah atau setingkat SMU.
Pada pertengahan 2019 aksi bejatnya itu kembali berlanjut. Tempatnya berada di belakang jemuran pakaian asrama putri, dan satu kali lagi hubungan aksi bejat pelaku kembali terjadi di tempat tidur tersangka.
Korban Kedua :
Untuk korban kedua dicabuli dan disetubuhi masing-masing satu kali. Dicabuli sekitar tahun 2017 korban ini masih berumur 14 tahun.
Berikutnya, korban disetubuhi pada 20 Agustus 2023 sekira pukul 23.00 WIT, bertempat di sebuah ruangan kosong yang tidak dipakai dalam asrama, yang saat persetubuhan terjadi korban sudah berumur 20 tahun, urai AKBP Ndaru.
Korban Ketiga :
Korban ketiga telah dicabuli tersangka selama 5 kali. Yaitu, saat korban masih di kelas satu MA (Madrasah Aliyah).
Pertama, dicabuli pada awal tahun 2021 di belakang asrama putri. Kejadian kedua pada Februari 2021 di tempat yang sama seperti pada kejadian pertama.
Kejadian ketiga juga masih di Februari 2021. Tidak berakhir di situ saja aksi bejatnya, di Maret 2021 pelaku kembali lakukan hal yang sama untuk yang keempat kalinya.
Kejadian kelima masih di Maret 2021, dengan tempat masih di belakang asrama putri.
Kemudian, dari ketiga LP tersebut, melalui hasil penyelidikan kita lakukan pengembangan ada 2 korban lagi, sehingga total ada 5 korban.
Kenapa kasus ini bisa dilaporkan atau pun terbongkar. Karena pada Rabu 23 Agustus 2023 sekitar pukul 23.00 WIT, tersangka memanggil korban pertama, tapi korban pertama itu tidak mau.
Akhirnya, tersangka datang ke kamar menyiram air kepada korban dan langsung menjambak rambut korban.
Sehingga, pada keesokan harinya (Kamis 24/8-2023), korban pertama tadi ceritakan masalah itu ke temannya. Mendengar info itu temannya langsung bergegas menelpon orang tua dari korban pertama tadi.
Tak menunggu lama orang tua dari korban pertama itu langsung mendatangi Ponpes dan membawa keluar putrinya untuk menuju Polres Sorong.
Motif dari kejadian ini untuk memenuhi nafsu si tersangka. Modusnya memang korbannya sering ketemu dengan tersangka.
Bahkan, terkadang juga si korban sering membersihkan kios tersangka, kemudian membantu memasak.
Nah, pada saat keadaan sepi keluarga tersangka sedang keluar, sehingga ada kesempatan itu langsung kembali mengadakan aksi yang tak layak dilakoninya.
Terkadang pada malam hari, pelaku memanggil korban untuk menemui di tempat yang sudah ditentukan oleh tersangka. Sehingga terjadilah pencabulan atau persetubuhan tersebut.
Langkah-langkah Dilakukan oleh Penyidik:
Untuk melakukan penyelidikan, cek TKP maupun visum juga sampai saat ini juga sudah pemeriksaan terhadap saksi sebanyak 13 orang, lanjut AKBP Ndaru.
Dan, untuk tersangka telah ditetapkan status hukumnya pada 29 Agustus 2023 dan tersangka langsung dilakukan penahanan di rumah tahanan Polres Sorong.
Pasal yang disangkakan Pasal 81 Ayat (1) jo Pasal 76 ayat (d) Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal itu terkait dengan persetubuhan.
Kemudian, Pasal 82 Ayat (1) jo Pasal 76 (e) Undang-Undang Perlindungan Anak, terkait pencabulan.
Dan, Pasal 6 huruf (c) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Ancaman hukuman kepada tersangka penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun. Kemudian lagi karena ada Pasal Pemberatan, karena tersangka adalah pendidik dan kemudian sebagai pengasuh (wali) juga.
Sehingga, pidana ditambah sepertiga dari ancaman pidana yang dari 15 tahun tadi, maka maksimal ancaman 20 tahun penjara.
Langkah selanjutnya untuk para korban, kita dari Polres Sorong bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Dinas Sosial Kabupaten Sorong untuk melakukan serangkaian trauma healing kepada para korban melalui tim dari psikologi Dinariksan Papua.
Atau dengan kata lain, salah satu bentuk pengobatan korban yang dapat membantu seseorang dalam mengatasi masalah emosional, akibat peristiwa traumatis (Red).
Saat ini kasus tersebut, masih dalam proses pemberkasan. Apabila sudah lengkap berkasnya akan kita serahkan ke Kejari Sorong untuk persidangan, beber Kapolres Sorong. (****)
- Baca Juga :Lampaui Izin Tinggal, Imigrasi Deportasi WNA
0 Comments